Gambarnya dari sini |
“Titik, berarti
dua hal: berhenti atau mulai lagi, terserah kau memilih yang mana karena hidup
selalu memberikan pilihan.”
Titik ya?
Sejauh apa titik kehidupan yang sudah kita raih?
Sejauh garis kehidupan yang kita jalani.
Aku tak mencoba menggurui hanya sekedar memberikan
pandanganku, toh jika kalian tak suka, kalian tinggal mengalihkan pandangan,
beres.
Titik ya?
Sebenarnya aku tak terlalu suka dengan dia, egois,
tak berperasaan, sendiri. Ahh tapi untuk
sifatnya yang terakhir aku suka. Tapi apa salahnya membahas hal yang tidak
disuka toh banyak orang yang membicarakan hal yang tidak disukai terutama dari
diri orang lain. Manusia manusia.
Hanya saja waktu, lagi lagi waktu mungkin kapan-kapan aku akan membahasnya, ya waktu
yang membuka pikiranku bahwa titik tak seburuk luarnya, pernah dengar ungkapan
“jangan lihat buku dari sampulnya” ungkapan paling sengsara dibumi. Sejak kapan kau boleh membuka-buka buku yang
belum kamu beli?.
Aku bukan orang yang mau berhenti sejenak atau
terlalu lama berhenti. Tak efisien, itulah jawabannya jika kau tanya mengapa?
Bayangkan jika kau adalah mesin, energi terbanyak akan terbuang ketika kau
melakukan awalan, begitu juga jika kita analogikan itu dalam hidup, kita hanya
membuang-buang waktu jika terlalu banyak berhenti, waktu tak pernah menunggu.
Makanya aku tak suka titik, titik memaksa kita untuk berhenti dan mengambil
jeda sesaat kemudian kita disuruh memulai lagi atau mungkin disaat itu kita
berhenti dan tak bisa memulai lagi karena disitulah akhirnya. Setidaknya itu yang bisa aku artikan
mengenai titik, agak mirip aturan dalam membaca memang. Dalam hidup berarti
kita disuruh berhenti sesaat dan kemudian memulai lagi, tapi ini bukan
pelajaran membaca kawan, ini hidup.
Hidup punya aturan kawan dan pengaturnya adalah tuhan dan waktu, tuhan selalu
mengerti kita tapi waktu tidak. Ketika kita berhenti waktu tak akan menunggu
kita untuk mulai lagi, kita terlambat dan blank. Kita berhenti disitu
selamanya. Aku hafal rasa ini kawan, rasa
sakit dikecewakan waktu, ah lebih tepatnya dikecewakan dia.
Hanya saja tak selamanya tahu itu berbentuk kotak,
seiring waktu berjalan manusia dan hidupnya akan berbenah, berbenah agar tak terlambat lagi. Begitupun pandanganku mengenai
titik, tak semuanya dalam hidup bisa
terus-menerus konstan, fluktuatif adalah sifat kehidupan. Ada sisi yang tak
bisa aku lihat dari titik pada awalnya, entah aku buta atau memang manusia
terlalu pintar melihat hanya pada satu sisi saja, melihat sekilas dan
seolah-olah mengerti semuanya. Itu
mengapa aku sebut ungkapan diatas sebagai ungkapan paling sengsara, naïf. Itu
yang terjadi ketika aku melihat titik, melihatnya sekilas dan langsung menjudgenya buruk karena tak sesuai dengan
cara kerjaku, sebenarnya ada pengalaman
tersendiri, lain kali mungkin. Aku memang benar bahwa titik tak efisien,
titik buang-buang waktu, yah aku benar,
manusia selalu benar. Tapi cara kerjaku lebih tidak efisien dan lebih
buang-buang waktu, setidaknya itu jawaban yang aku dapat, jawaban yang mungkin
sengaja menghantamku keras-keras dan membangunkan pandanganku hingga bisa
melihat titik secara utuh.
Jawaban itu namanya kegagalan, aku sudah terbiasa
dengan kata itu setidaknya setahun ini. Bahkan aku mulai berpikir untuk
membuatnya sebagai tambahan nama belakangku. Hanya saja mungkin ini memang
jalanku, aku mengerti artinya kegagalan sebagaimana aku mengerti arti titik,
kali ini dalam konteks yang seutuhnya.
Orang-orang menyebut kegagalan sebagai kesuksesan yang tertunda, tapi…
“kegagalan
adalah persimpangan antara berhenti dan coba lagi”
Ya menurutku didalam kegagalan tidak ada garansi
kesuksesan, tapi pada dasarnya hidup yang selalu memberikan pilihan sehingga
kita bisa dengan leluasa memilih berhenti
atau coba lagi ? ini adalah dasar
yang membuatku mengerti mengenai titik,
“titik tak selalu
mengenai berhenti tapi juga bagaimana memulai lagi”
Kecerobahan, itu yang aku lakukan selama ini, aku
sudah lupa bahwa berhenti itu kadang perlu, bahkan berhenti itu bukan lagi
sebagai alasan tapi keharusan. Ketika kita gagal berarti kita telah menemukan
titik lain dari kehidupan kita, kita bisa saja berhenti disitu atau karena kita
sudah di titik itu mengapa tak lanjutkan saja garis kehidupan kita kali ini
dengan cara yang berbeda karena kita sudah berhentti, berhenti tak lagi berarti
sebagai waktu untuk berkeluh kesah tapi waktu untuk menyusun rencana dan
menerapkannya disaat yang tepat. Waktu memang tak pernah menunggu kawan, hanya
saja waktu selalu rajin memberi kita kesempatan, dan jangan lupakan hidup yang selalu
memberi kita pilihan.
Dan yang terpenting
tuhan yang selalu memberi kita segalanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar